kebudayaan Tionghoa (China) yang berakulturasi dan/atau berasimilasi dengan kebudayaan Indonesia
Budaya Tionghoa (China) merujuk kepada jenis kebudayaan peranakan Tionghoa yang berakulturasi dan/atau berasimilasi dengan kebudayaan Indonesia juga budaya Tionghoa yang berkembang di Indonesia.
Bahasa
Empat kelompok utama bahasa Tionghoa di Indonesia adalah Hokkien (Min Selatan; Min Nan), Mandarin, Hakka, dan Kantonis. Selain itu, orang-orang Teochew berbicara dengan dialek mereka sendiri yang memiliki tingkat pemahaman yang sama dengan Hokkien. Namun, perbedaan antara keduanya menonjol di luar wilayah asalnya. Ada sekitar 2,2 juta penutur asli dari pelbagai varietas Cina di Indonesia pada tahun 1982: 1.300.000 penutur varietas Min Selatan (termasuk Hokkien dan Teochew); 640.000 penutur bahasa Hakka; 460.000 penutur bahasa Mandarin; 180.000 penutur bahasa Kanton; dan 20.000 penutur dari varietas Timur Min (termasuk dialek Fuzhou). Selain itu, sekitar 20.000 berbicara dengan dialek bahasa Indonesia yang berbeda.
Bahasa Indonesia juga menerima pelbagai serapan daripada bahasa Tionghoa. Nio Joe Lan, salah seorang penulis, wartawan dan sastrawan Tionghoa, mencontohkan kata loteng yang berasal dari kata 'lo' yang bermakna puncak, dan 'teng' yang bermakna 'puncak'. Atau langkan, pembatas antara ruang rumah dan taman, yang berasal dari 'lang' (penedengan, pelindung), dan 'kan' (batang).[1]
Kesusastraan
Pengaruh budaya Tionghoa dapat dilihat dalam sastra Melayu-Tionghoa lokal, yang berasal dari akhir abad ke-19. Salah satu karya paling awal dan paling komprehensif mengenai hal ini, buku Claudine Salmon, 1981, sastra dalam bahasa Melayu oleh orang Tionghoa yang berjudul "Sebuah Bibliografi Beranotasi Sementara", mencantumkan lebih dari 3.000 karya. Sampel sastra ini juga diterbitkan dalam koleksi enam volume yang berjudul "Kesastraan Melayu Tionghoa dan Kebangsaan Indonesia" (Sastra Melayu Tionghoa dan Bangsa Indonesia).
Kho Ping Hoo atau Asmaraman Sukowati Kho Ping Hoo adalah seorang penulis Indonesiaketurunan Tionghoa. Dia terkenal di Indonesiadikarenakan fiksi seni bela diri pada latar belakang Tionghoa atau Jawa. Selama 30 tahun kariernya, setidaknya terdapat 120 cerita telah diterbitkan (menurut Leo Suryadinata). Namun, majalah Forum mengklaim setidaknya Kho Ping Hoo memiliki 400 cerita dengan latar belakang Tionghoa dan 50 cerita dengan latar belakang Jawa.
Adapun sastra Jawa-Tionghoa yang mana ditulis oleh kaum Peranakan, sastra Tionghoaditulis dalam bahasa dan aksara Jawa, ataupun sebaliknya.
Arsitektur dan seni bangunan
Berbagai bentuk arsitektur Tionghoa ada di seluruh Indonesia dengan perbedaan yang mencolok antara daerah perkotaan dan pedesaan serta di antara pulau-pulau yang berbeda. Perkembangan arsitektur oleh orang Tionghoa di Asia Tenggara, tentu berbeda dengan di daratan Cina. Dengan memadukan pola desain lokal dan Eropa (Belanda), banyak variasi gaya peleburan yang muncul. Arsitektur Tionghoa di Indonesia telah diwujudkan dalam tiga bentuk: kuil(kadangkala masjid), tempat belajar, dan rumah-rumah. Perkotaan selama periode kolonial dibagi atas tiga distrik yang bersifat rasial, yakni Eropa, oriental atau Timur Asing(Arab, Tionghoa, India, dan Asia lainnya), dan bumiputra. Biasanya tidak ada batas fisik di antara zona, kecuali sungai, dinding, atau jalan dalam beberapa kasus. Batas-batas hukum seperti itu mendorong pertumbuhan tinggi dalam kepadatan perkotaan di setiap zona, terutama di bagian Tionghoa, sering mengarah pada kondisi lingkungan yang buruk.
Pemukim awal tidak mengikuti praktik arsitektur tradisional ketika membangun rumah, tetapi disesuaikan dengan kondisi kehidupan di Indonesia. Meskipun rumah-rumah yang paling awal tidak lagi berdiri, mungkin rumah-rumah tersebut dibangun dari kayu atau bambu dengan atap jerami, menyerupai rumah adat yang gampang dijumpai di seluruh Sumatra, Kalimantan, dan Jawa. Lebih banyak konstruksi permanen menggantikan permukiman ini pada abad ke-19. Kebijakan segregasi di bawah pemerintahan Belanda melarang penggunaan gaya arsitektur Eropa oleh kelompok etnis non-Eropa. Suku Tionghoa dan berbagai kelompok asing, juga pribumi lainnya, hidup sesuai dengan budaya mereka sendiri. Rumah-rumah Tionghoa di sepanjang pantai utara Jawa direnovasi sebab untuk mencakup ornamen khas Tionghoa. Ketika segregasi rasial bergeser pada pergantian abad ke-20, etnis Tionghoa yang telah kehilangan identitasnya memeluk budaya Eropa dan mulai menyingkirkan ornamen etnik dari bangunan mereka. Kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah Orde Baru yang melarang tampilan budaya Tionghoa untuk publik juga telah mempercepat transisi menuju arsitektur lokal dan Barat.
Seni
Kaligrafi Tionghoa
Kaligrafi Tionghoa merupakan seni lukis yang dipraktikkan berdasarkan aksara Tionghoa.
Porselen
Dalam hal-ihwal porselen, Tionghoa-Indonesia (yakni Peranakan Tionghoa itu sendiri) menonjolkan identitas mereka, dengan memesan model dan warna porselen langsung ke Jingdezhen. Porselen itu dikenal dengan selera Peranakan, disebut Nonya Ware, karena dipesan ibu-ibu dari kalangan peranakan.[2]
Seni pertunjukan
Teater
Wayang potehi
Wayang Potehi merupakan salah satu jenis wayang khas Tionghoa yang berasal dari Tiongkok bagian selatan. Kesenian ini dibawa oleh perantau etnis Tionghoa ke berbagai wilayah Nusantara pada masa lampau dan telah menjadi salah satu jenis kesenian tradisional Indonesia.
Potehi berasal dari kata 'pou' 布 (kain), 'te' 袋 (kantong), dan 'hi' 戯 (wayang). Wayang Potehi adalah wayang boneka yang terbuat dari kain. Sang dalang akan memasukkan tangan mereka ke dalam kain tersebut dan memainkannya layaknya wayang jenis lain.
Musik
Gambang kromong
Atau ditulis gambang keromong adalah sejenis orkes yang memadukan gamelan dengan alat-alat musik Tionghoa, seperti sukong, tehyan, dan kongahyan. Sebutan gambang kromong diambil dari nama dua buah alat perkusi, yaitu gambang dan kromong.
Awal mula terbentuknya orkes gambang kromong tidak lepas dari seorang pemimpin komunitas Tionghoa yang diangkat Belanda (kapitan Cina) bernama Nie Hoe Kong (masa jabatan 1736-1740).
Tari
Barongsai
Barongsai adalah tarian tradisional Cina dengan menggunakan sarung yang menyerupai singa.
Kesenian barongsai diperkirakan masuk di Indonesia pada abad ke-17, ketika terjadi migrasi besar dari Tiongkok Selatan.
Barongsai di Indonesia mengalami masa maraknya ketika zaman masih adanya perkumpulan Tiong Hoa Hwe Koan. Setiap perkumpulan Tiong Hoa Hwe Koan di berbagai daerah di Indonesia hampir dipastikan memiliki sebuah perkumpulan barongsai.
Liang liong
Liang liong adalah suatu pertunjukan dan tarian tradisional dalam kebudayaan masyarakat Tionghoa.
Tarian ini sering tampil pada waktu perayaan-perayaan tertentu. Dalam tarian ini, satu regu orang Tionghoa memainkan naga-nagaan yang diusung dengan belasan tongkat. Penari terdepan mengangkat, menganggukkan, menyorongkan dan mengibas-kibaskan kepala naga-nagaan tersebut yang merupakan bagian dari gerakan tarian yang diarahkan oleh salah seorang penari. Para penari menirukan gerakan-gerakan makhluk naga ini, berkelok-kelok dan berombak-ombak. Gerakan-gerakan ini secara tradisional melambangkan peranan historis dari naga yang menunjukkan kekuatan yang luar biasa dan martabat yang tinggi. Tari naga merupakan salah satu puncak acara dari perayaan Imlek di pecinan-pecinan di seluruh Indonesia.
Busana
Baju koko
Baju koko merupakan baju model Cina yang kerahnya bulat tertutup, modelnya seperti piyama. Biasanya digunakan oleh Muslim Tionghoa
Batik
Batik pun juga mengalami proses akulturasi dengan budaya lain. Salah satunya adalah budaya bangsa Tiongkok. Batik lasem cina menjadi bukti nyata pembauran budaya Jawa dan Tionghoa di Rembang, khususnya Lasem, Jawa Tengah[3]. Batik lasem cina yang sering juga disebut Batik lasem oriental ini mensinergikan sense of art masyarakat Jawa dan China.
Batik lasem pernah berjaya pada tempo akhir abad ke-19 sampai pada tahun 1970-an. Dengan inilah, industri batik lasem menjadi penopang ekonomi masyarakat sekitar. Diperkirakan sebagian besar masyarakat Lasem, khususnya perempuan, bekerja sebagai perajin, pengusaha atau pekerjaan lain terkaitan dengan pembatikan, giat memproduksi batik Lasem[3].
Selain batik lasem, memang batik pesisiran Jawa juga mendapat pengaruh keramik, dan rumah Cina (di luar buket bunga Eropa).[4]
Cheongsam
Cheongsam merupakan busana tradisional (perempuan) Tionghoa. Pakaian dicirikan oleh kerah berdiri, membuka sisi kanan, pas pinggang, dan tergelincir bawah, yang sepenuhnya dapat memicu keindahan bentuk tubuh perempuan. Cheongsam berasal dari chèuhngsāam (Tradisional Cina: 长衫/長衫, 'kemeja panjang/baju').
Perayaan dan festival
Imlek
Cap Go Meh
Qingming
Duan Wu
Festival Ronde
Bakar Tongkang
Hidangan
Adapun dalam hal ihwal makanan, salah satu contoh akan adanya pengaruh budaya Tionghoa adalah soto. Soto memiliki bermacam ragam jenis variasi di Nusantara, namun begitu akarnya adalah sama, berasal dari Tiongkok.[2]
Contoh lainnya adalah bakso. Nama baksoberasal dari kata bak-so (肉酥, Pe̍h-ōe-jī: bah-so.), yaitu pengucapan Hokkien untuk "daging halus" atau "daging yang dicincang".[5] Inilah pendapat yang menyatakan bahwa bakso itu asalnya termasuk dalam pada Hidangan Tionghoa-Indonesia.[6]
Terlepas dari hal itu, khazanah makanan paduan antara Tionghoa dan Indonesia sangat banyak, diantaranya bakmi, laksa, kwetiau, bihun, cap cai, nasi tim, ifu mi, char kway teow, dan yee sang.
***
Cina (China) adalah negara yang sangat besar, dengan kebiasaan dan tradisi rakyatnya yang bervariasi oleh geografi dan etnis.
Lebih dari 1 miliar orang yang tinggal di Cina memiliki 56 kelompok etnis minoritas. Kelompok terbesar adalah Cina Han dengan sekitar 900 juta orang. Kelompok lainnya adalah termasuk Tibet, Mongol, Manchu, Naxi dan Hetzen.
Secara signitifkan, masyarakat Cina menciptakan budaya mereka sendiri, kata Christina de Rosi seorang antropolog di Barnet dan Southgate College, London. Budaya mereka termasuk agama, makanan, gaya hidup, bahasa, pernikahan, musik, moral dan banyak hal lainnya membuat bagaimana kelompok ini bertindak dan berinteraksi.
Berikut ini beberapa gambaran singkat tentang Struktur dan Budaya Cina dari beberapa unsur.
1. Agama
Partai Komunis Cina yang memerintah secara bertahap menjadi lebih toleran terhadap agama-agama lain yang ada. Menurut Dewan Hubungan Luar Negeri, Saat ini di negara Cina hanya ada 5 Agama resmi selain Budha, Taoisme, Islam, Katolik dan Protestan. Meskipun secara konstitusi Cina menyatakan bahwa orang-orang di perbolehkan memilih kebebasan dalam beragama, Toleransi beragama baru berkembang dalam beberapa dekade belakangan ini.
Sekitar seperempat dari pemeluk Taoisme dan Konfusianisme dan agama-agama tradisional lainnya, Ada juga sejumlah kecil ummat Budha, Islam dan Kristen. Meskipun banyak Kementrian Protestan dan Katolik telah aktif di negara itu sejak awal abad ke-19, Mereka telah membuat sedikit kemajuan dalam mengkonversi Cina untuk agama-agama ini.
2. Bahasa
Ada tujuh kelompok utama dari dialek Bahasa Cina yang masing-masing memiliki variasi sendiri. Menurut Mount Holyoke College, Mandarin adalah dialek yang dituturkan oleh 71,5 populasi di Cina di ikuti oleh Wu (8,5 persen), Yue (5 persen) Xiang (4,8 persen), Man (4,1 persen), Hakka (3,7 persen), dan Gan (2,4 persen).
Bahasa nasional resmi Cina Mandarin, Bahasa Mandarin di ucapkan di Ibukota Beijing menurut Orde Presiden Republik Rakyat Cina banyak juga orang Cina yang fasih berbahasa Inggris.
3. Makanan
Seperti aspek lainnya dalam kehidupan Cina, Masakan sangan berpengaruh dengan letak geografis dan keragaman etnis. Di antara gaya makanan Cina Kanton yang menampilkan masakan tumis dan Szechuan, yang sangat bergantung pada penggunaan kacang, pasta wijen dan jahe yang dikenal dengan rasa pedasnya.
Beras tidak hanya sumber utama makanan Cina, Tetapi juga merupakan elemen utama yang membantu masyarakat untuk tumbuh menurut Pathways to Asian Civilization menelusuri asal dan penyebaran budaya padi dan beras. Menurut sebuah artikel pada tahun 2011, Kata Cina untuk beras adalah Fan yang juga berarti "makan". dan itu adalah yang pokok dalam diet mereka. Seperti juga tauge, kubis dan daun bawang. Karena mereka tidak banyak mengkonsumsi banyak daging. Mereka hanya kadang-kadang mengkonsumsi daging babi atau ayam. Tofu merupakan sumber utama Protein untuk orang-orang Cina.
4. Karya Seni
Menurut Metropolitan Museum of Art, Seni Cina sangat di pengaruhi oleh sejarah spiritual dan mistis. Banyak patung dan lukisan menggambarkan tokoh spiritual agama Budha.
Abanyak alat musik merupakan bagian integral budaya Cina, termasuk xun seperti flute dan guqin yang termasuk dalam keluarga kecapi.
Seni bela diri bergaya timur juga dikembangkan di Cina. Dan Cina juga merupakan tempat kelahiran olahraga beladiri Kung fu Teknik pertempuran beladiri ini di dasarkan pada gerakan hewan dan diciptakan pada pertengahan tahun 1600-an menurut Black Belt Magazine.
5. Perayaan Adat
Festival terbesar yang disebut juga Festival Musim Semi yang ditandai awal tahun baru Imlek yang jatuh pada pertengahan bulan Januari dan pertengahan bulan Februari merupakan waktu untuk menghormati para leluhur. Selama 15 hari perayaan, Orang Cina melakukan sesuatu setiap hari untuk menyambut Tahun Baru Imlek. Seperti makan bubur nasi dan sawi untuk membersihkan tubuh.
Menurut University of Victoria, Perayaan ini ditandai dengan Pesta Kembang Api dan Parade Penari yang berkostum seperti Naga.
Banyak juga orang yang berziarah ke tempat kelahiran Konghucu di Shandong pada pada hari ulang tahunnya. Serta setiap tanggal 28 September ulang tahun dari Guanyin, Dewi Belas Kasih dengan mengunjungi kuil-kuil Tao yang jatuh antara bulan Maret hingga akhir April. Perayaan serupa menandai ulang tahun Mazu, Dewi Laut (yang dikenal juga sebagai Tianhou) yang jatuh pada bulan Mei atau Juni. Bulan Festival ini dirayakan pada bulan September atau Oktober dengan Kembang Api, Lampion dan Menatap Bulan.
***
Sering mendengar peribahasa dimana bumi dipijak, di situ langit dijunjung kan? Pasti semua travel mates sudah mengetahui apa makna dari peribahasa yang cukup sering kita dengar ini bukan? Artinya adalah dimanapun kita berada, maka kita harus menghormati dan menghargai adat istiadat di tempat tersebut. Sama halnya ketika kita akan berlibur ke sebuah negara, yang tentu saja memiliki adat istiadat dan budaya yang berbeda dengan adat negara kita. Nah, travel mates mungkin ada yang ingin berlibur ke negeri China. Eits, sebelum terbang kesana tentu saja kita harus mengetahui apa budaya di China kan? Yuk pelajari dulu!
1. Tips saat mencoba makanan di street food
image source : Saving Room for Dessert
Salah satu hal yang harus kita coba ketika sedang berada di China adalah tentu saja mencoba makanannya. Seperti yang kita ketahui banyak sekali jenis makanan yang bisa kita coba di China, dan karena itulah kita tidak boleh melewatkan yang namanya street food ketika berada disana. Street food dengan berbagai macam jenis makanan yang lezat bisa dengan mudah kita temukan dimana-mana. Namun kami sarankan supaya travel mates tidak memilih yang sembarangan ya, sebaiknya periksa dulu tempat jual yang akan travel mates pilih. Apakah itu halal atau tidak? Dan untuk mengetahui mana yang enak dan terjamin atau tidak, caranya adalah dengan melihat antreannya, jika travel mates meliht antrean pada vendor street food tersebut maka bisa dipastikan makanan itu lebih aman dan terjamin ya!
2. Minim personal space
image source : Alizila.com
Hal kedua yang harus travel mates perhatikan adalah di China kita akan memiliki personal space yang sangat minim! China adalah salah satu tempat di dunia ini yang ramai dan penuh sesak. Oleh karena itu penduduk lokal China sudah terbiasa memiliki personal space yang lebih kecil dibandingkan dengan orang luar atau orang barat. Jadi jangan banyak mengeluh atau kaget ketika travel mates harus berdesak-desakan atau mungkin kemungkinan terburuknya adalah sampai terdorong ketika mengantri di stasiun atau mengantre makanan. Bersabar ya!
3. Jangan malu jika makan di restaurant China
image source : Tao Dumplings Chinese Restaurant
Budaya ketiga yang harus travel mates pahami sebelum berlibur ke Negeri China adalah janganlah menjadi malu ketika travel mates sedang makan di restaurant China. Berbeda ketika kita makan di restaurant Indonesia atau Barat yang mungkin pelayannya tanggap, pelayan dan juga pramusaji di Tiongkok tidak proaktif sehingga ketika travel mates membutuhkan sesuatu maka jangan sungkan untuk mengangkat tangan, dan bila diperlukan maka travel mates bisa menelpon fuyian. Selain itu penyajiannya juga berbeda dari restaurant barat konvensional, jadi jangan kaget apabila saat makan menu utama, dan dessert datang bersamaan ya. Hal seperti ini memang hal yang biasa di China.
4. Mengambil foto di China
image source : Saffron Consultants
Hal keempat yang perlu juga travel mates ketahui mengenai budaya sebelum melakukan tur ke China adalah budaya dalam mengambil foto. Mungkin banyak dari travel mates yang belum mengetahui dengan jelas jika banyak sekali orang China yang suka dengan fotografi. Jadi, janganlah kaget ketika ada orang lokal yang mencoba mengambil foto travel mates. Bahkan nantinya mungkin akan ada beberapa warga lokal yang meminta berfoto bersama travel mates. Selain itu apabila travel mates ingin memotret seseorang atau mungkin gedung pemerintahan jangan lupa untuk meminta izin kepada yang bersangkutan atau yang berwenang ya!
Itu tadi beberapa budaya di China yang mungkin belum travel mates ketahui, sebenarnya masih banyak lagi budaya atau kebiasaan yang harus kita pahami sebelum pergi kesana. Jadi kami sarankan untuk menggali banyak informasi sebelum melakukan traveling ya. Jika ingin berlibur ke China dengan aman maka gunakanlah jasa HIS Travel Indonesia.
***
1. Batik China
Batik China adalah jenis kain batik yang dibuat oleh orang Tionghoa maupun peranakan yang menampilkan beberapa motif makhluk mitologi China.
Seperti naga, siang, foniks, kura-kura, kilin (anjing berkepala singa), serta dewa-dewi Kong Hu Chu,
Ada pula berbagai macam ornamen yang berasal dari keramik China kuon, serta motif besar dengan warna merah atau merah dan biru.
Dalam perkembangannya, Batik Chinamemiliki pola yang semakin beragam.
Seperti pola dengan pengaruh Batik Keraton seperti yang terlihat pada Batik Dua Negeri dan Batik Tiga Negeri.
Perkembangan Batik China juga terdapat di baik kawasan pesisir maupun pedalaman dengan nuansa yang dipengaruhi lingkungan.
Daerah-daerah itu adalah Cirebon, Pekalongan, Lasem, Demak, dan Kudus.
Lasem terkenal dengan selendang lokalnya yang bermotif foniks sebagai ornamen utamanya, sementara Demak dan Kudus memiliki ciri khas di latar belakangnya, seperti 'butir sinawur', 'dele kecer', dan 'mrutu sewu'.
Pekalongan yang juga menjadi tempat bagi perusahaan-perusahaan Batik China untuk menghasilkan karya-karya “terbaik” seperti Oey Soe Tjoen, The Tie Siet, Oey Kok Sing dan lainnya, memiliki karakteristik produk yang dipengaruhi Belanda.
2. Kosa Kata
Dalam kehidupan sehari-hari, banyak istilah China yang dianggap istilahnya orang Betawi, padahal faktanya tidak demikian.
Kata-kata tersebut misalnya cepek (100), gopek (500), seceng (1000), atau kekong (kakek), wo (yang diucapkan menjadi 'gue' atau saya) dan lu (kamu).
Kata-kata ini sangat melekat dengan bahasa Betawi.
Menurut sejarawan, ini disebabkan sejak zaman dahulu orang Betawi dan China telah bersosialisasi, baik sebagai kawan, kolega bisnis, maupun hubungan pekerja dan atasan.
3. Arsitektur
Dalam bidang arsitektur, pengaruh budayaChina juga cukup kuat dalam cara orang Betawi membangun rumah.
Bagian depan rumah Betawi dirancang dengan pembatas berupa 'langkan' (dalam bahasa China disebut 'lan-kan').
Kemudian, untuk membuat rumah terlihat tetap cantik, jendela dan pintu harus dicat setiap tahun.
Di bagian dinding, ada lonceng tergantung (lo-ceng). Pemilik rumah tidur di ruangan yang disebut 'pangkeng' (pang-keng) atau kamar tidur.
Sebelum tidur, mereka juga harus kongko (kong-kou_ atau mengobro-ngobrol terlebih dahulu sembari minum teh (te) dan makan kuaci (koa-ci).
Sementara, ada ta'pang (tah-pang), balai-balai, atau tikar yang bisa digunakan untuk berbaring sambil bersantai.
Untuk memasak di dapur, ada langseng (lang-sng) yang artinya dandang, serta anglo (hang-lou) atau semacam tungku dengan arang.
Meja makan dibersihkan dengan topo (toh-pou) atau lap meja atau menggunakan kemoceng (ke-mo-cheng) yang terbuat dari bulu ayam untuk menghilangkan debunya.
Untuk mengumpulkan sampah yang telah disapu, menggunakan pengki (pun-ki), dan saat berada di tempat berlumpur orang biasa menggunakan bakiak (bak-kiah) atau sandal kayu.
4. Kuliner
Dalam bidang kuliner, pengaruh budayaChina terlihat dari nama kecap yang berasal dari kata 'ke-ciap-, mi (mi), bi-hun, toge (tao-ge), tauco (tau-cioun), daun bawang kucai (ku-chai), ebi (he-bi), tepung hunkwee (hun-koe), juhi (jiu-hi), dan masih banyak lagi.
5. Seni pertunjukan
Yakni barongsai dan wayang potehi.
Barongsai biasa dipertunjukkan pada perayaan Cap Go Meh dan menjadi ekspresi rasa syukur terhadap berkah yang telah didapat sepanjang tahun.
Sementara, wayang potehi merupakan wayang khas daerah China selatan.
Kesenian ini dibawa para pendatang dari China ke berbagai wilayah di Indonesia dan telah menjadi bagian dari kesenian tradisional Nusantara.
Kisah-kisah yang diceritakan lewat wayang potehi berasal dari legenda rakyat China, seperti sampe engthay, djienkoei, capshathay poo, sun go kong, dan sebagainya.
#ASMPRO